Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
4/Pid.Pra/2017/PN Cjr | HJ. NURSYAHFAHMIE | Kepala Kepolisian Republik Indonesia cq. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat cq. Kepala Kepolisian Resort Cianjur cq. Kepala Kepolisian Sektor Pacet | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Selasa, 22 Agu. 2017 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||
Nomor Perkara | 4/Pid.Pra/2017/PN Cjr | ||||
Tanggal Surat | Selasa, 22 Agu. 2017 | ||||
Nomor Surat | 016/DHR/Pmhn/VIII/2017 | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | Hal : Permohonan Praperadilan Atas Penetapan Tersangka
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Hj. Nursyahfahmie, perempuan, beralamat tempat tinggal di Blok P-382, Gudang Peluru, RT 009 RW 003, Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan, dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 18 Agustus 2017 diwakili oleh Kuasa Hukumnya (Surat Kuasa ada dalam berkas perkara) yang dari dan karena itu memilih domisili hukum di kantor Kuasa Hukum-nya di bawah ini : M. DEDE HERDIANSYAH NASUTION, SH., MAKDIN MANALU, SH., dan DANTES HUTAGAOL, SH., Advokat / Pengacara / Penasihat Hukum dari Law Office Dede Nasution, Manalu, & Partners, Jalan Veteran Nomor 21 A Kota Bekasi, selanjutnya disebut ----------------------------------- PEMOHON
Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan Atas Penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON yang ditetapkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia cq. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat cq. Kepala Kepolisian Resort Cianjur cq. Kepala Kepolisian Sektor Pacet, untuk selanjutnya disebut ---------------------------------------------------------------- TERMOHON
Adapun dasar dan alasan diajukannya Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut :
Dasar Hukum Permohonan Praperadilan
Bahwa pranata Praperadilan yang diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP merupakan sarana untuk mengawasi secara horizontal terhadap penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (in casu Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum). Dalam hal wewenang dilaksanakan secara sewenang-wenang atau secara keliru oleh aparat penegak hukum dalam wujud di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang tersebut dilakukan melalui paranata Praperadilan guna menjamin perlindungan hak asasi setiap warga negara selaku subjek hukum in casu PEMOHON ;
Menguji Keabsahan Penetapan Tersangka (in casu PEMOHON) adalah menilai apakah secara hukum apakah tindakan-tindakan penyidik itu telah bersesuaian dengan norma / ketentuan dasar mengenai penyidikan yang termuat dalam KUHAP. Pengujian keabsahan penetapan status Tersangka seseorang adalah persoalan yang sedemikian penting dimata hukum sebab teramat sangat menyentuh harkat martabat dan kehormatan seseorang sekaligus dapat menimbulkan berbagai upaya paksa, padahal kesewenang-wenangan atau kekeliruan Penetapan Tersangka tentu berakibat merugikan harkat martabat dan kehormatan, serta merampas hak asasi Tersangka tersebut yang merupakan hak konstitusional setiap subjek hukum termasuk dalam hal ini PEMOHON. Dengan demikian, penetapan seseorang sebagai Tersangka yang bebas dari kesewenang-wenangan atau bebas dari kekeliruan pelaksanaan wewenang merupakan sesuatu yang sangat dilindungi oleh hukum itu sendiri sehingga pengujian keabsahan Penetapan Tersangka telah menjadi objek Praperadilan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang telah pula ditaati oleh beberapa Hakim ;
Bahwa dalam praktek peradilan, Hakim telah menjatuhkan putusan terkait Penetapan Tersangka sebagai obyek Praperadilan, antara lain :
Putusan Praperadilan dalam perkara Nomor : 04/Pid/Prap/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 16 Februari 2015 yang pada pokok amar putusannya : - “Menyatakan penetapan Tersangka atas diri PEMOHON yang dilakukan oleh TERMOHON adalah tidak sah” - “Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON” ;
Putusan Praperadilan dalam perkara Nomor : 36/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015 yang pada pokok amar putusannya : “Menyatakan Penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON berkenaan dengan peristiwa pidana sebagaimana dinyatakan dalam penetapan sebagai Tersangka terhadap diri PEMOHON yang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang–Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang–Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang–Undang No.31Tahun 1999 JIS Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP adalah tidak sah sehingga penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan oleh karena itu diperintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan vide No. Sprin DIK–17/01/04/2014 tanggal 21 April 2014” ;
Menyatakan menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka yang melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang–Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang–Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang–Undang No.31 Tahun 1999 JIS Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. Sprin DIK–17/01/04/2014 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya Penetapan Tersangka aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat” ;
Bahwa pranata Praperadilan yang diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP harus dimaknai dan diartikan sebagai pranata untuk menguji perbuatan hukum yang akan diikuti upaya paksa oleh penyidik atau penuntut umum, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan adalah untuk menguji sah tidaknya perbuatan hukum yang dilakukan oleh penyelidik, penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan sehingga pada tanggal 28 April 2015 dijatuhkanlah Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU–XII/2014 yang pokok isinya menyatakan bahwa Pengujian Keabsahan Penetapan Tersangka telah menjadi objek dari upaya hukum Praperadilan ;
Dengan memperhatikan praktek peradilan melalui beberapa putusan Praperadilan atas Penetapan Tersangka tersebut serta memperhatikan pertimbangan hukum Majelis Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang berbunyi :
“Oleh karena penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia maka sudah seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan, maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya”.
“Menurut Mahkamah, dalil Pemohon mengenai penetapan tersangka menjadi objek yang didalili oleh pranata praperadilan adalah beralasan menurut hukum” (Putusan MK hal 105-106), maka cukup alasan hukumnya bagi PEMOHON untuk menguji keabsahan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka melalui Praperadilan;
Merujuk amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU–XII/2014 tanggal 28 April 2015, yang berbunyi antara lain : “Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan”, maka dengan demikian menjadi jelas dan terang menurut hukum bahwa penetapan Tersangka adalah merupakan objek Praperadilan ;
Bahwa dalam permasalahan a quo PEMOHON telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON berdasarkan Surat Panggilan POLSEK Pacet Nomor : S.Pgl / 302 / VIII / Reskrim tanggal 11 Nopember 2017 dalam perkara dugaan tindak pidana Pidana Penghinaan atau Penistaan dengan tulisan sebagaimana dimaksud Pasal 310 jo. Pasal 311 KUHPidana ;
Bahwa padahal PEMOHON tidak berdefinisi hukum melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 310 jo. Pasal 311 KUHPidana tersebut ;
Merujuk bahwa TERMOHON sewenang-sewenang atau telah keliru dalam menjalankan wewenang sehingga telah salah dan menyimpang dari ketentuan perundangan, merujuk bahwa akibat tindakan TERMOHON a quo tersebut merugikan kehormatan harkat martabat PEMOHON serta dapat merampas hak-hak asasi PEMOHON, dan merujuk bahwa pengujian Keabsahan Penetapan Tersangka adalah bagian dari objek Praperadilan yang telah ada dasar hukumnya, maka permohonan Praperadilan untuk menguji keabsahan Penetapan Tersangka oleh TERMOHON kepada PEMOHON adalah suatu permohonan yang beralasan hukum dan karenanya demi hukum wajib diiterima ;
B. ALASAN PERMOHONAN PRA PERADILAN
Kronologis Kasus
PEMOHON dalah pemilik VILLA 17 (sertifikat tercatat atas nama PEMOHON) yang didirikan diatas tanah seluas kurang lebih 1 Ha (satu hektare) berlokasi setempat dikenal sebagai Jalan Hanjawar Nomor 17, Kampung Tegallega, Desa Palasari, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur ;
VILLA 17 adalah suatu penginapan yang telah ada selama puluhan tahun dimana para penyewa VILLA 17 melakukan suatu pembayaran sewa kepada PEMOHON ;
Posisi bidang tanah VILLA 17 berada pada posisi lebih diatas dari bidang tanah yang berbatasan sebagaimana kontur tanah perbukitan di kawasan Puncak ;
Bahwa sekira tahun 2014 PEMOHON yang tengah berkumpul bersama keluarga didatangi oleh Sdr. Ferdinand Hutagalung (mewakili PT. Kurnia Propertindo Sejahtera) dengan didampingi Kepala Desa Palasari cq Sdr. Jaya Wijaya ;
Adapun isi kedatangan Sdr. Ferdinand Hutagalung tersebut adalah memohon Izin Tetangga kepada PEMOHON sehubungan akan dibangunnya Condominium Hotel Sahid Eminence (selanjutnya disebut Condotel) yang terletak pada bidang tanah yang berbatasan dengan VILLA 17. Posisi bidang tanah yang akan dibangun Condotel tersebut berada lebih di bawah dari posisi bidang tanah VILLA 17 ;
Dalam permohonan Izin tetangga tersebut, PEMOHON menyatakan kepada Sdr. Ferdinand Hutagalung bahwa PEMOHON / suami PEMOHON akan menanda tangani Izin Tetangga dengan syarat ketinggian bangunan Condotel adalah setinggi pagar VILLA 17 yakni setinggi 2 (dua) meter agar tidak menutupi panorama / pemandangan (view) “sebagai objek / nilai jual” kepada penyewa VILLA 17 ;
Bahwa Sdr. Ferdinand Hutagalung menyatakan sanggup memenuhi Isi Izin Tetangga dari PEMOHON sembari ia-nya mengungkapkan kesadaran akan pentingnya panorama gunung (view) bagi PEMOHON sebagai nilai jual kepada penyewa VILLA 17 yang diperkuat oleh Sdr. Ferdinand Hutagalung sendiri dengan melontarkan ucapan bahwa Condotel akan dibangun ber-trap ;
Atas kesanggupan Sdr. Ferdinand Hutagalung tersebut maka Izin Tetangga diberikan dan ditanda tangani oleh suami PEMOHON dihadapan para saksi yakni Sdr. Jaya Wijaya, Sdr. Dimas Agung Nugroho Saputra, SH., Sdr. Saprudin, dan Sdri. Dianne Willing ;
Bahwa beberapa bulan dari pemberian Izin Tetangga tersebut yakni sekira tahun 2015 ternyata pembangunan ketinggian bangunan Condotel terus ditingkatkan hingga jauh melebihi ketinggian pagar VILLA 17 dalam ketinggian 13 hingga 18 meter dari ketinggian pagar VILLA 17 yang hanya 2 (dua) meter. Padahal dalam batas setinggi pagar VILLA 17, sesungguhnya Condotel telah dapat membangun suatu bangunan 11 (sebelas) lantai berisi ratusan unit suite apartemen yang dapat menikmati view dengan cara dibangun ber-trap sebagaimana kontur tanah bertebing. Namun kenyataanya, ketinggian bangunan tersebut ditingkatkan berbelas-belas meter tanpa peduli berakibat menutupi view nilai jual VILLA 17 dan tanpa peduli melanggar isi Izin Tetangga ;
Dengan ketinggian bangunan Condotel sedemikian maka view sebagai nilai jual VILA 17 menjadi tertutupi, para penyewa lari dari VILLA 17, bahkan beberapa penyewa setia menyatakan kepada PEMOHON bahwa penyewa beserta keluarga tidak akan lagi menyewa VILLA 17 sebab mereka datang menyewa VILLA adalah untuk menikmati panorama (view) dan bukan untuk melihat tembok / dinding Condotel yang telah menutupi view dari VILLA 17 ;
Atas tindakan pelanggaran isi Izin Tetangga tersebut maka PEMOHON beserta keluarga berupaya menemui Sdr. Ferdinand Hutagalung dengan maksud agar Sdr. Ferdinand Hutagalung menepati janji kesanggupan memenuhi isi Izin Tetangga ;
l. Bahwa tetapi Sdr. Ferdinand Hutagalung selalu menghindar untuk ditemui PEMOHON beserta keluarga baik melalui kunjungan langsung, melalui surat, maupun melalui media telepon. Bahkan Sdr. Ferdinand Hutagalung pernah menyatakan bahwa ia-nya telah di Bandung, dilain kesempatan ia-nya menyatakan telah pindah ke Bali dan tidak lagi bekerja di Condotel saat ditelepon oleh Sdr. Saprudin atau saat ditelepon oleh Sdri. Dianne Willing ;
n. Oleh sebab tidak ada itikad baik dari Sdr. Ferdinand Hutagalung tersebut maka :
(i). PEMOHON terpaksa harus membela diri atas ditutupinya “view” modal usaha VILLA 17 oleh ketinggian bangunan Condotel yang berwujud permanen dan tetap, berwujud dinding tembok kokoh tak runtuh kena hujan, petir, badai, dan berbagai cuaca yang kesemua itu telah mematikan usaha VILLA 17 ;
(ii). Condotel adalah barang / objek jual kepada publik konsumen dan karena itu sesuai amanat hukum bahwa setiap publik konsumen berhak mengetahui dan dilindungi bahwa Condotel bakal disengketakan oleh PEMOHON ;
Maka pada Sabtu tertanggal 12 November 2017 PEMOHON bersama keluarga dan Kuasa Hukum memasang spanduk yang berbunyi :
PEMBERITAHUAN
DIBERITAHUKAN KEPADA KONSUMEN / INVESTOR : VOLUME BANGUNAN CONDOTEL SAHID EMINENCE DISEBERANG PEMBERITAHUAN INI MENGANDUNG PERBUATAN MUSLIHAT KEPADA “CLIENT KAMI” KAMI, Hj. NURSYAHFAHMIE “SEGERA BERSENGKETA”
o. Bahwa bunyi spanduk diatas jelas-jelas dan nyata-nyata tidak ada mencantumkan nama seseorang sebagaimana amanat unsur delik Pasal 310 KUHPidana, sehingga dengan demikian isi spanduk tesrsebut bukan merupakan tindak pidana pencemaran ;
p. Bahwa dengan tidak tercantumkannya nama seseorang maka rumusan unsur delik Pasal 311 adalah juga tidak terpenuhi sebab yang wajib difitnah menurut hukum adalah harus seseorang ;
r. Dengan demikian, pemasangan spanduk oleh PEMOHON beserta keluarga dan Kuasa Hukum dengan isi sedemikian justru sebagai pemberitahuan yang masih memiliki dan menjaga moral hukum ;
s. Atas pemasangan spanduk tersebut diketahui kemudian bahwa Sdr. Ferdinand Hutagalung membuat Laporan Polisi Nomor : LP /310/B/XI/2016/JBR/RES CJR/SEK PCT, tanggal 14 Nopember 2016 atas nama Pelapor Ferdinand Hutagalung padahal nama Ferdinand Hutagalung tidak ada tercantum dalam bunyi spanduk tersebut terkecuali kata-kata : “bangunan – condotel – sahid – eminence” ;
t. Bahwa sehubungan Laporan Polisi (LP) tersebut maka TERMOHON melakukan panggilan kepada PEMOHON untuk diperoleh keterangannya sebagai TERLAPOR ;
u. Bahwa TERLAPOR didampingi oleh Kuasa Hukum dimana TERLAPOR telah menegaskan kepada TERMOHON bahwa objek perkara sehubungan LP tersebut adalah semata-mata bunyi kalimat spanduk ;
v. Bahwa adapun saksi-saksi yang turut hadir mengetahui dan mengalami peristiwa Permohonan Izin Tetangga tahun 2014 adalah Sdr. Jaya Wijaya, Sdr. Dimas Nugroho Saputra, Sdr. Saprudin, dan Sdri. Dianne Willing. Akan tetapi ternyata TERMOHON tidak memeriksa Sdr. Saprudin dan Sdri. Dianne Wiling. Sedangkan Sdr. Jaya Wijaya adalah person yang telah dimintai Sdr. Ferdinand Hutagalung sehubungan kepentingan pembangunan Condotel ; Bahwa PEMOHON telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON sebagaimana Surat Panggilan Nomor : S.Pgl / 302 / VIII / Reskrim tanggal 11 Nopember 2017 dalam dugaan tindak pidana Penghinaan atau Penistaan dengan tulisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 Jo. 311 KUHPidana berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP /310/B/XI/2016/JBR/RES CJR/SEK PCT, tanggal 14 Nopember 2016 atas nama PELAPOR Ferdinand Hutagalung ;
Bahwa Pasal 310 Jo. 311 KUHPidana tersebut dalam KUHPidana masuk dalam Bab XVI tentang Penghinaan dimana R. Soesilo yang dalam bukunya : “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal” (hlm. 195) berpendapat bahwa objek dari penghinaan tersebut haruslah manusia perseorangan, bukan instansi pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, segolongan penduduk dan lain-lain. Demikian juga advokat O.C. Kaligis, dalam Kasus Prita juga berpendapat bahwa rumusan tindak pidana penghinaan dalam Bab XVI KUHP tidak mengenal bentuk-bentuk penghinaan terhadap korporasi ;
Bahwa dalam perkara aquo, PEMOHON telah ditetapkan sebagai Tersangka dalam Tindak Pidana Penghinaan atau Penistaan dengan Tulisan dimana menurut TERMOHON yang menjadi korban penghinaan adalah Condotel Sahid Eminence. Padahal, Condotel Sahid Eminence adalah penamaan suatu dinding lantai dan tembok bangunan yang memuat ratusan unit apartemen tiap-tiap unit tersebut adalah jelas-jelas dinding lantai dan tembok bangunan sebagai benda mati yang dinamakan oleh hukum sebagai barang tidak bergerak atau aktiva tetap ;
Dengan demikian Penetapan PEMOHON sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana Pasal 310 jo. 311 KUHP adalah penetapan yang tidak berdasar hukum, karena KORBAN PENGHINAAN telah ditegaskan secara limitatif oleh hukum yang tidak boleh diluas-luaskan yakni : Pasal penghinaan hanya dapat diberlakukan terhadap tindak pidana dimana yang menjadi korbannya adalah seseorang pribadi manusia ;
Bahwa pula, hukum telah tegas menetapkan yakni Pasal 310 jo. Pasal 311 KHUPidana adalah Delik Aduan, dimana hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 319 yang berbunyi : “Penghinaan yang diancam dengan pidana menurut bab ini, tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari orang yang terkena kejahatan itu, kecuali berdasarkan Pasal 316” yakni penghinaan atau penistaan terhadap pegawai negeri yang sedang menjalankan tugasnya yang sah ;
Bahwa bunyi Pasal 319 KUHPidana tersebut tentu menjadi kekuatan dalil hukum PEMOHON bahwa yang dapat menjadi korban dalam hal tindak pidana Penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Bab XVI yang meliputi Pasal 310 s/d Pasal 318 KUHPidana haruslah seseorang pribadi manusia dan bukan sebagaimana diterapkan TERMOHON dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka ;
Bahwa M. Yahya Harahap berpendapat bahwa hakikat dari pelaporan dan pengaduan adalah merupakan "pemberitahuan" oleh seseorang kepada pejabat yang berwenang (aparat penegak hukum) tentang sesuatu kejadian peristiwa pidana. Perbedaannya, pada pengaduan oleh karena sifatnya terikat pada jenis-jenis delik aduan, maka orang yang menyampaikan pemberitahuan harus orang "tertentu" seperti yang disebut dalam rumusan Pasal Pidana yang bersangkutan. Jadi, pada pengaduan, pemberitahuan hanya dapat dilakukan oleh orang yang tertentu yang menjadi korban peristiwa pidana, barulah pihak yang berwenang dapat melakukan penyidikan dan penuntutan. Bahwa Pasal 72 ayat (1) KUHP menyatakan: "Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan, belum enam belas tahun dan juga belum cukup umur atau orang yang di bawah pengampuan karena suatu sebab lainnya keborosan, maka yang berhak mengadu adalah wakilnya yang sah dalam perkara perdata." ;
Bahwa dalam perkara aquo Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Laporan Polisi No: LP /310/B/XI/2016/JBR/RES CJR/SEK PCT, tanggal 14 Nopember 2016 atas nama PELAPOR Ferdinand Hutagalung. Dengan demikian, merujuk pada pendapat Ahli Pidana M. Yahya Harahap dan merujuk ketentuan Pasal 72 ayat (1) KUHP dari konstruksi hukum secara argumentum a contario terhadap tindak pidana yang merupakan delik aduan (klacht delict) maka delik aduan tersebut hanya dapat diproses apabila adanya pengaduan langsung dari korban dan aduan yang diadukan bukan dalam bentuk Laporan Polisi akan tetapi dalam suatu format aduan. Karena itu, penangan perkara aquo dari awal penyidikan sudah menyalahi aturan hukum yang berlaku dimana TERMOHON selaku Penyidik telah mengabaikan / mengenyampingkan ketentuan hukum yang bersifat limitatif yakni delik aduan hanya dapat diproses apabila korban atau orang yang terkena kejahatan melakukan suatu aduan ;
Bahwa PEMOHON telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON berdasarkan Surat Panggilan Nomor : S.Pgl / 302 / VIII / Reskrim tanggal “11 Nopember 2017” ;
Bahwa dalam Surat Panggilan Nomor : S.Pgl / 320/VIII/ Reskrim tersebut tercantum tanggal penerbitan adalah tanggal 11 Nopember 2017 yang sudah barang tentu ini adalah hal aneh dan tidak masuk akal karena saat ini adalah baru bulan Agustus 2017 tetapi ternyata TERMOHON telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan surat tertanggal 11 Nopember 2017. Dengan demikian Penetapan Pemohon sebagai Tersangka tersebut harus dinyatakan batal dan tidak berkekuatan hukum ;
PETITUM / PERMOHONAN
Berdasarkan alasan-alasan dan fakta-fakta yuridis diatas maka PEMOHON mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri cq Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Cianjur berkenan memanggil PEMOHON dan TERMOHON dalam hari-hari sidang yang ditetapkan, memeriksa, mengadili, dan menjatuhkan putusan perkara aquo sebagai berikut:
DALAM PRIMER :
Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya ;
Menyatakan Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/302/VIII/2017/Reskrim tanggal 11 Nopember 2017 tidak sah dan batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ;
Menyatakan tindakan TERMOHON yang menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/302/VIII/2017/Reskrim tanggal 11 Nopember 2017 adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum dan oleh karenanya penetapan Tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ;
Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkenaan dengan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka ;
Menyatakan sebagai hukum TERMOHON harus menghentikan penyidikan dalam Laporan Polisi Nomor : LP /310/B/XI/2016/JBR/RES CJR/SEK PCT, tanggal 14 Nopember 2016 atas nama Pelapor Ferdinand Hutagalung ;
Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan harkat serta martabatnya.
DALAM SUBSIDER :
Apabila Hakim Praperadilan berpendapat lain, maka PEMOHON mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Hormat Kami, KUASA HUKUM PEMOHON
M. DEDE HERDIANSYAH NASUTION, SH. Advokat
MAKDIN MANALU, SH. DANTES HUTAGAOL, SH. Advokat Advokat |
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |